Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perihal Pelopor Sastra NTT Gerson Poyk

HARIAN Pos Kupang edisi Selasa (21/11/2017) memuat opini Gusty Fahik (selanjutnya disingkat GF) berjudul “Memeriksa Klaim Pelopor Sastra NTT.” Opini ini bertujuan utama menggugat pendapat saya yang menempatkan Gerson Poyk sebagai Pelopor Sastra NTT. Dalam berbagai tulisan sebetulnya saya tidak pernah menggunakan terminologi pelopor, tetapi perintis, sehingga untuk Gerson Poyk saya sebut sebagai Perintis Sastra NTT.

Saya sengaja tidak cepat menanggapi opini GF tersebut. Saya harapkan ada pembaca Pos Kupang yang menanggapinya, yang isinya bisa untuk mendukung gugatan GF, bisa pula untuk menentangnya. Setelah hampir dua minggu ternyata tidak ada pembaca yang tertarik. Saya sendiri sebetulnya tidak tertarik menanggapi opini GF ini karena menurut saya gugatan itu tanpa data yang jelas dan tanpa basis argumentasi yang jelas pula. Opini itu hanya berbasis pada konon kabarnya atau pada kabar angin belaka. Namun karena pendapat sayalah yang digugat maka saya harus memberikan jawaban agar duduk persoalannya menjadi jelas.

GF menggugat pendapat saya atas kedudukan Gerson Poyk sebagai Perintis Sastra NTT berdasarkan temuan seorang peneliti dan penulis Berto Tukan yang disampaikan dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Komunitas Leko Kupang dan Komunitas Sastra Filokalia di Kupang pada Minggu (29/10/2017). Menurut GF, Berto Tukan mengemukakan penemuan baru yang bertentangan dengan penemuan saya. Adapun temuan Berto Tukan itu, menurut GF, orang NTT pertama yang menulis karya sastra adalah Virga Belan, bukan Gerson Poyk.  Jadi, Virga Belanlah yang menjadi Pelopor Sastra NTT, bukan Gerson Poyk.

Data yang dikemukakan Berto Tukan yang kemudian menjadi dasar GF menggugat pendapat saya adalah dua karya sastra Virga Belan, yakni (1) Cerpen berjudul “Kisah Akhir Tahun” yang dimuat majalah Kebudayaan Indonesia tahun 1959, (2) Cerpen berjudul “Pangeran Jakarta” dimuat majalah Sastra tahun 1962. Atas cerpen kedua itu Virga Belan mendapat hadiah dari majalah Sastra asuhan H.B. Jassin, tetapi Virga Belan menolaknya karena alasan ideologis, yakni Virga Belan berseberangan ideologi dengan majalah Sastra.

Pertanyaan saya kepada GF, dasar yang dipakai GF untuk menggugat pendapat saya itu berdasarkan data atau hanya berdasarkan konon kabarnya? Mana datanya? Cerpen Virga Belan berjudul “Kisah Akhir Tahun” yang dimuat majalah Kebudayaan Indonesia tahun 1959 itu pada edisi Nomor berapa, Tahun/Volume berapa, bulan apa, dan apa isinya? Cerpen Virga Belan berjudul “Pangeran Jakarta” yang dimuat majalah Sastra tahun 1962 itu pada edisi Nomor berapa, Tahun/Volume berapa, bulan apa, dan apa isinya? Ini pertanyaan mendasar karena menyangkut data sebagai basis argumentasi. Data adalah bukti tentang adanya fakta. Ternyata yang dosodorkan GF bukan data, tetapi konon kabarnya atau kabar angin belaka. Kedudukan Gerson Poyk jadinya tidak terusik, tetap kokoh sebagai Perintis Sastra NTT.

Meskipun opini GF tidak mengusik bahkan mengukuhkan kedudukan Gerson Poyk sebagai Perintis Sastra NTT, namun opini GF mendorong Fanny J. Poyk anak sulung Gerson Poyk dan Yoseph Yapi Taum seorang peneliti sastra dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, menelusuri data-data lama karya sastra Gerson Poyk sejak awal kariernya sebagai sastrawan. Data otentik karya-karya awal Gerson Poyk seperti inilah yang sebetulnya sudah lama saya harapkan dari Fanny Poyk sejak bertemu pertama kali waktu Temu 1 Sastrawan NTT di Kupang pada 30-31 Agustus 2013, namun kali ini mulai terkuak.

Hasil pelacakan Fanny Poyk dan Yapi Taum untuk sementara, ditemukan karya-karya awal Gerson Poyk yang terbit jauh sebelum tahun 1960. Yang ditemukan adalah data dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia selama mingguan itu terbit (1947-1966) di mana redaktur sastranya adalah kritikus H.B. Jassin. Data puisi Gerson Poyk yang ditemukan dalam Mimbar Indonesia berjudul (1) Sebelah Rumah, dimuat dalam edisi Nomor 38, 17 September 1955, (2) Tentang Niskala Aermata dan Malaria, edisi Nomor 28, 9 Juli 1960. Tidak ditemukan puisi Virga Belan dalam majalah Mimbar Indonesia selama 19 tahun umurnya.

Selanjutnya, data cerpen Gerson Poyk dalam Mimbar Indonesia (1947-1966) adalah cerpen berjudul “Dalam Kecepatan 40,” edisi Nomor 21, 21 Mei 1960. Meskipun Fanny Poyk lewat Facebook (22/11/2017) memposting puisi Gerson Poyk berjudul “Anak Karang,” namun menurut saya puisi itu belum bisa dijadikan data karena hanya menyebutkan nama majalah Mimbar Indonesia tahun 1955. Baru bisa dimasukkan sebagai data apabila disebutkan Mimbar Indonesia edisi Nomor berapa, Tahun/Volume berapa, dan bulan apa.      

Tentang sejumlah catatan GF pada belahan kedua opininya yang diperincinya menjadi empat poin, saya menyambut dengan gembira. Silakan lakukan penelitian dan publikasikan. Lakukan penelitian di PDS H.B. Jassin dan Perpustakaan Nasional Jakarta untuk meluruskan sejarah sastra NTT yang sudah saya rintis. Telusuri 9 surat kabar lokal yang terbit di Kupang pada tahun 1933 dan telusuri surat kabar Fadjar yang seluruh edisinya dalam bentuk syair sebagaimana dinyatakan Van Klinken dalam bukunya The Making of Middle Indonesia (2015). Terhadap surat kabar dan majalah lokal yang pernah terbit di Ende, Flores sebelum kemerdekaan, telah saya telusuri, tetapi tidak ditemukan tulisan sastra di dalamnya. Siapa tahu yang terbit di Kupang ada tulisan sastranya untuk diperoleh data tentang penulisnya.

Temuan-temuan baru dalam sejarah sastra NTT sangat dibutuhkan untuk meluruskan sejarah sastra NTT yang telah saya lakukan lewat berbagai tulisan dan buku yang telah saya terbitkan. Dalam berbagai diskusi dan tulisan, saya selalu terbuka terhadap temuan dan pendapat terbaru. Saya juga terbuka terhadap kritik dan gugatan, yang penting konstruktif untuk perkembangan sastra NTT ke depan. Yang saya tidak peduli apabila hanya berisi celaan dan cercaan belaka tanpa mengajukan pandangan baru berdasarkan data dan argumentasi terbaru. Saya terbuka menerima kritik dan gugatan, yang penting harus punyai data lengkap dan valid, tidak berdasarkan konon kabarnya atau berdasarkan kabar angin belaka. *


Oleh: Yohanes Sehandi
Pengamat Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende

(Telah dimuat harian Pos Kupang, terbitan Kupang, pada Rabu, 6 Desember 2017)

4 comments for "Perihal Pelopor Sastra NTT Gerson Poyk"


  1. Puisi-puisi Gerson Poyk di Tahun 1955 di Majalah Mimbar Indonesia:
    1. "Anak Karang", MI, Nomor 24 tahun ke IX, 11 Juni 1955, halaman 19
    2. "Ulang Tahun", MI Nomor 35 Tahun ke IX, 27 Agustus 1955, halaman 18
    3. "Sebelah Rumah" dan "Larut", MI Nomor 38 tahun ke IX, 17 September 1955, halaman 18

    ReplyDelete
  2. Untuk Cerpen Gerson Poyk "Pertjakapan Selat" di Mimbar Indonesia, Nomor 38-39 Tahun ke XIII, 10 Oktober 1959

    ReplyDelete
  3. Terima kasih Pak Odi Shalahuddin. Salam dari Flores

    ReplyDelete
  4. Salam hangat selalu... Kebetulan saya menghimpun arsip seni-budaya periode 1950-1980-an..

    ReplyDelete