Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rumah Terakhir Sastrawan Gerson Poyk

Ada sejumlah sastrawan Indonesia yang menggambarkan atau meramalkan tempat penguburan atau rumah terakhirnya jauh sebelum sang sastrawan tersebut meninggal dunia. Apakah kemudian pihak keluarga menguburkan sang sastrawan sesuai dengan yang digambarkan atau diramalkannya, itu urusan lain. 

Sastrawan besar Indonesia W. S. Rendra, misalnya, jauh sebelum meninggal dunia pada 6 Agustus 2009 di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Depok, telah menggambarkan rumah terakhirnya lewat puisi yang berjudul “Kenangan dan Kesepian.” Banyak pembaca yang mengartikan puisi itu sebagai gambaran penyair si burung merak Rendra tentang tempat penguburannya di TPU Bengkel Teater Rendra, Cipayung, Citayam, Depok, Jawa Barat.

Adapun bunyi puisi “Kenangan dan Kesepian” karya Rendra tersebut adalah: //Rumah tua/ dan pagar batu/ Langit desa/ sawah dan bambu/ Berkenalan dengan sepi/ pada kejemuan disandarkan dirinya/ Jalanan berdebu tak berhati/ lewat nasib menatapnya/ Cinta yang datang/ burung tak tergenggam/ Batang baja waktu lengang/ dari belakang menikam// Rumah tua/ dan pagar batu/ Kenangan lama/ dan sepi yang syahdu//. 

 
Sastrawan Gerson Poyk

Sebagaimana halnya dengan Rendra, sastrawan besar Indonesia kelahiran NTT, Gerson Poyk, juga menggambar rumah terakhirnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Gerson Poyk sang perintis sastra NTT meninggal dunia pada Jumat, 24 Februari 2017 di RS Hermina, Depok, Jawa Barat. Jenazahnya diberangkatkan ke Kupang pada Minggu, 26 Februari 2017, dan menempati rumah terakhirnya di TPU Damai Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kupang. Beberapa hari sebelumnya sempat terjadi desakan dalam bentuk “Petisi” yang ditandatangani puluhan tokoh masyarakat, sastrawan dan budayawan NTT agar jenazah Gerson Poyk yang selama hidupnya secara total mengangkat citra Provinsi NTT di panggung sastra Indonesia modern, untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dharmaloka, Kupang.

Kalau Rendra menggambarkan rumah terakhirnya dalam bentuk puisi, sastrawan Gerson Poyk yang telah menerbitkan minimal 29 buku sastra, menggambarkan rumah terakhirnya dalam bentuk cerpen. Gerson Poyk yang merupakan orang NTT pertama yang tampil di panggung sastra Indonesia modern, telah menggambarkan rumah terakhirnya pada tahun 1975, 42 tahun yang lalu. Sang perintis sastra NTT ini dalam dua paragraf terakhir cerpennya yang berjudul “Nostalgia Nusatenggara” dalam buku kumpulan cerpen Nostalgia Nusatenggara (Penerbit Nusa Indah, Ende, 1975, halaman 9) menggambarkan dengan bagus rumah terakhirnya. Gerson menulis bahwa rumah terakhirnya dekat dengan kubur mamanya.

Adapun kubur mamanya dalam cerpen “Nostalgia Nusatenggara” itu terletak di tempat yang indah, di lereng bukit terpencil dan sunyi, di bawahnya ada sungai kecil yang mengalir mendesir halus. Gerson Poyk menggambarkan kuburan mamanya: “Kuburan ini terpencil di lereng bukit. Di bawah sana sungai kecil mengalir. Airnya mendesir halus.”


Gerson Poyk dan Yohanes Sehandi

Terus, di mana letak rumah terakhir Gerson Poyk? Rumah terakhirnya tidak jauh dari kubur mamanya, dipisahkan sebuah sungai kecil. Rumah terakhir Gerson terletak di pundak bukit, sejajar dengan lereng bukit kubur mamanya. Rumah yang dibangunnya sederhana dan kecil saja, berada di seberang sungai kecil yang mengalir, mendesir halus, di bawah pohon-pohon lontar, dikelilingi oleh kembang bogenvil. Inilah pelukisan Gerson Poyk tentang rumah terakhir atau tempat peristirahatannya yang terakhir.

“Saya kepingin membuat sebuah rumah di pundak bukit sana, di seberang kali,  berhadap-hadapan dengan kuburan mama. Sebuah rumah sederhana dan kecil saja, di bawah pohon-pohon lontar dan dikelilingi oleh kembang bogenvil dan tangga yang bagus terbuat dari karang menuruni kali dan mendaki berliku ke kuburan mama.”

Cerpen ini ditutup Gerson Poyk pada paragraf terakhir: “Ketika mereka berdiri di pundak bukit seberang kali, kuburan ibu nampak di bawah pohon-pohon lontar. Ada beberapa orang sedang menyadap nira sambil bernyanyi berpantun-pantun. Ketika mereka menoleh ke utara, laut senja mengkilau tenang. Angin sepoi. Sejumlah perahu lete-lete mengembangkan layarnya yang kecil terpencil di lengkungan langit dan laut, dan maut.”

Apakah tempat pemakaman Gerson Poyk di TPU Damai Fatukoa seperti yang digambarkannya di atas? Apakah kuburannya dekat dengan kuburan mamanya? Apakah ada sungai kecil yang mengalir mendesir di bawah pundak bukit tempat pemakaman Gerson Poyk? Apakah ada banyak pohon lontar dan kembang bogenvil di TPU Damai Fatukoa? Bisa ya, bisa tidak. Yang jelas, sastrawan Gerson Poyk telah membayangkan rumah terakhirnya pada 42 tahun yang lalu lewat sebuah cerpen. Selamat jalan sang perintis sastra NTT. *

Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat Sastra dari Universitas Flores, Ende.

(Telah dimuat majalah Warta Flobamora, terbitan Surabaya, edisi Nomor 50, Maret 2017)

Post a Comment for "Rumah Terakhir Sastrawan Gerson Poyk"